Yang manakah Anda, seorang pengasih ataukah seorang penyayang?
Yang manakah pula Anda, seorang kekasih ataukah seorang yang disayang?
Selanjutnya, lebih disukai yang manakah, disayangi atau dikasihi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya ajukan kepada remaja, suatu kelompok
masyarakat yang demikian lekat dengan duet kata kasih-sayang. Dalam pengamatan
sederhana saya; kata kasih-sayang telah sangat mendominasi perbincangan,
dinamika, sudut pandang dan aktivitas kehidupan remaja. Dalam salah satu edisi
curhat (curahan hati) sebuah radio di Bekasi, saya mendengar isak pilu seorang
putri remaja yang patah hati : "ustadz, hati saya hancur. Saya tidak tahu
lagi, untuk apa hidup ini. Ingin rasanya saya mengakhiri hidup ini. ustadz....."
Dengan sembrono, saya menyimpulkan bahwa, dunia remaja hanya diwakili oleh dua
kata, yaitu kasih-sayang.
Sebenarnya, saya sangat berbahagia, ketika mengetahui bahwa banyak pribadi yang
memasuki masa pertanggung-jawaban (akhil-baligh), sangat dekat dan
mengeksplorasi rasa dan makna kata kasih-sayang. Bukan kata yang lain seperti
uang, politik, jabatan, rumah dan lain sebagainya. Itu juga artinya, secara
naluri mereka harus memiliki pemahaman yang benar dan kokoh atas pondasi
kehidupan ini.
Tapi, dari manakah sebenarnya mereka belajar tentang rasa, makna, pengertian
dan sudut pandang kata kasih-sayang? Disini letak krusial sebenarnya. Para
remaja tidak mendapatkan teladan, pengajaran, pendidikan, pengetahuan dan
bimbingan tentang kasih-sayang yang benar - dari orang tua, guru, pendidik,
LSM, pemerintah, konsultan, da'i, saudara atau teman dekatnya. Mereka
dibiarkan mengeksplorasi diri secara liar tentang kasih-sayang. Adalah tidak
mengherankan, lahirlah fenomena Valentine-days. Sehingga adalah tidak
mengejutkan, ketika sudut pandang seks bebas bercampur manis dengan
kasih-sayang.
Sesuatu yang sedang dinikmati, tidak akan dicari. Hanya sesuatu yang hilang,
yang berupaya keras dicari.
Saya menemukan, pada keluarga-keluarga yang dipimpin oleh ayah yang
berkasih-sayang, diarahkan oleh ibu yang berkasih-sayang; tidak ditemukan
serang remaja yang begitu haus akan kasih-sayang. Remaja ini, tidak lagi
mencari kasih-sayang dipesta valentine, hingar bingar pesta ulang tahun,
semarak diskotik, kemeriahan tahun baru, asyik masyuk malam minggu dan
keramahan klub gaul. Mereka telah menikmatinya setiap hari di rumah mereka.
Lihatlah para remaja gaul yang terjerembab dalam carut marut dunia malam, dunia
hiburan, lorong gelap narkotika, terseret pergaulan seks bebas, terpukaukan
hingar selebritas, terpenjara ikatan komunitas, terpasung dalam nafsu
keburukan, terhasut dalam kesemuan dan takjub dengan kepercayaan diri yang
aromatik. Mereka dengan kalap dan tak beraturan, berhamburan seperti laron
mencari titik-titik cahaya di malam hari. Beberapa mati tersengat panas api,
beberapa patah sayapnya, beberapa dimangsa unggas, beberapa terseret arus kali,
beberapa terinjak mati (seperti 11 orang remaja dalam pesta miras underground -
Gedung Asia Africa Cultural Centre Bandung). Jadilah mereka yang sedang
berjalan limpung dalam kebingungan, disergap pemangsa berwajah keburukan.
Sebenarnya, mereka semua sedang mencari sesuatu yang hilang, yaitu kasih-sayang
sejati kehidupan.
Padahal mereka seharusnya menemukannya ditempat-tempat yang baik seperti
keluarga, sekolah, masjid dan lembaga-lembaga masyarakat.
Kasih sayang adalah pembangun kasih sayang. (Mario Teguh)
Untuk membangun kepribadian remaja yang berkasih-sayang, prasyarat utamanya
adalah pendidik yang berkasih-sayang. Siapakah pendidik mereka itu?
Seorang ayah-ibu, adalah pendidik terdekat mereka. Kapankah Anda (ayah atau
ibu) menjadi pendidik kasih sayang yang meneladankan kasih-sayang di rumah,
sehingga mereka menjadikan rumah sebagai base-camp yang hangat, tempat yang
paling aman serta nyaman di dunia mereka?
Para pengemudi (bukan hanya sopir) di jalan raya, adalah pendidik mereka di
perjalanan. Kapankah kita menjadi pendidikan yang inspiratif bagi mereka dalam
berkasih-sayang di perjalanan dengan menaati rambu-rambu dengan tertib, santun
pada penyeberang jalan, tertib dalam antrian, menjunjung tinggi etika
berkendara, berdialog santun dalam menyelesaikan perkara kecelakaan lalu
lintas, tidak menyogok aparat jika melanggar, tidak menghardik pada yang
tergesa, menjaga lisan dari sumpah serapah?
Para guru di sekolah, adalah pendidik profesional yang dipercaya. Telah begitu
banyak orang tua yang memercayakan begitu saja pendidikan putra-putrinya kepada
guru-guru di sekolah. Apakah Anda telah sangat tulus melihat keingintahuan
yang terbungkus cara kuno menarik perhatian - dengan kenakalan? Apakah Anda
telah menilai dengan jujur dan menasihatkan upaya-upaya perbaikan dalam balutan
selimut hangat kasing-sayang? Apakah Anda menebarkan dengan adil perhatian ke
seluruh siswa? Apakah Anda melihat mereka sebagai tunas-tunas bangsa yang akan
mewarisi masa depan bangsa ini, bukan sebagai obyek kapitalisme ekonomi?
Apakah Anda telah memastikan dalam wajah, sikap, bicara dan tatapan Anda;
terlihat jelas kasih-sayang yang meluluhkan hati?
Para pengurus DKM, pengurus RT, aparat pemerintah, birokrat adalah pendidik
yang mendapatkan kewenangan publik. Apakah Anda telah meneladankan
bentuk-bentuk lembut, halus, tegas, berwibawa, kuat, simpatik; kepemimpinan
publik dan kebijakan program yang nuansa kasih-sayangnya demikian mudah
dirasakan?
Anda adalah pendidik lepas sebagai blogger, komentator, penulis; apakah telah
menjadikan rona kasih-sayang sebagai warna terkuat pesan-pesan Anda? Apakah
pilihan kata-kata Anda adalah wakil-wakil perasaan kasih-sayang Anda yang
tulus, atau sekedar letupan emosi kasar ketidak-puasan?
Kita tidak akan pernah dapat menuntut perhatian dan kasih sayang ada pada
remaja, bila kita tidak memulai yang kita tuntut.
Maka, marilah kita meneladankan kasih-sayang yang sesungguhnya. Bukankah
bahasa kasih-sayang itu demikian mudah?
visitor
Selasa, 26 April 2011
"~Kasih-sayang yang dicari"~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar